watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

AYAH TERCINTA

Pertama kali aku ingin mengenalkan diriku
sebagai Caroline. Aku sekarang ingin
menceritakan pengalaman pertamaku sehingga
aku menjadi menyukai berhubungan seks
dengan laki-laki yang lebih tua 10-15 tahun
dariku. Aku adalah seorang wanita yang berusia
20 tahun di tahun 2000 ini. Ibuku adalah asli
orang Indonesia karena dia dilahirkan di Bandung
sedangkan ayahku adalah pendatang dari
Shanghai sehingga aku bisa berkomunikasi
dalam banyak bahasa dan logat termasuk
bahasa Mandarin dan bahasa Sunda. Aku boleh
berbangga karena banyak sekali cowok-cowok
di kampusku yang mengejarku bahkan ada yang
terang-terangan ingin menjadikanku sebagai
pacar mereka mungkin disebabkan karena
wajahku yang seperti campuran Cecilia Cheung
(mesti nonton FLY TO POLARIS jika ingin tahu
siapa dia) dan almarhum Nike Ardilla, tetapi aku
menolak mereka karena aku ingin menuruti
semua perintah orang tuaku untuk memilih
kuliah daripada pacaran.
Di antara ayah dan ibuku, aku sangat
mengagumi ayahku karena dia termasuk orang
yang gigih bekerja dari situasi yang tidak
memiliki apa-apa menjadi seseorang yang bisa
dianggap cukup kaya dan mewah. Tentu saja,
aku sebagai anaknya bahagia dan salut kepada
jiwa pantang menyerah ayahku itu. Hal ini
membuatku menjadi semakin akrab dan
menumbuhkan keinginan untuk mencari kekasih
seperti ayahku. Mungkin hal ini pula yang
membuatku tetap single karena tidak ada laki-laki
di kampusku yang seperti dia. Sejujurnya rata-
rata laki-laki di kampusku di Universitas ****
(edited) yang aku kenal tidak mempunyai prinsip
pemikiran masa depan bahkan ada beberapa dari
mereka lebih menyukai kenikmatan Narkoba
yang membuatku menjadi benci dengan
mereka.
Pada suatu hari menjelang hari raya, ibuku pergi
bersama temannya untuk pergi keluar negeri
dan aku hanya di rumah bersama ayahku (oh
ya, sebelum aku lupa, kami sekeluarga memiliki
agama yang berbeda dan aku sendiri tidak tahu
bagaimana bisa terjadi). Sebelum pergi ke luar
negeri, ibuku menyuruh ayahku untuk
menjagaku dan dirinya sendiri.
Setelah kepergian ibuku ke luar negeri bersama
temannya, ayahku menjadi lebih sering
mengurung diri dan dia jarang sekali keluar
rumah sampai suatu ketika, aku iseng-iseng
mengintip kegiatannya sehingga terjadi hal yang
indah tersebut. Suatu sore, aku curiga sama
ayahku karena selama seharian dia tidak keluar
dari kamarnya dan aku takut terjadi apa-apa
dengannya, sehingga aku memutuskan untuk
mengintip dari pintu kamarnya. Ketika aku
membuka pintu itu sedikit demi sedikit, aku
sempat terbengong ketika mendengar dan
melihat ayahku sedang menonton Blue Film
dengan posisi setengah telanjang. Kulihat dengan
jelas bahwa ayahku sedang mengocok dengan
penuh ritme kemaluannya yang tidak begitu
terlihat olehku karena dia sedang
membelakangiku.
Desahan ayahku yang bercampur oleh suara TV
membuatku mengalami perasaan gelisah
(mungkin aku menjadi terangsang barangkali ya)
sehingga pintu menjadi terbuka lebar dan
ayahku cepat-cepat menghentikan aksinya dan
mematikan TV. Dia sempat marah karena aku
mengganggu aktifitasnya. Aku merasa bersalah
dan aku menanyakan apa yang bisa kuperbuat
untuknya. Akhirnya dia menjawab bahwa aku
mesti dihukum dengan menuruti kemauannya
dan aku tentu saja menolaknya karena
bagaimanapun dia adalah ayah kandungku.
Melihat penolakanku, ayahku tampaknya kesal
dan hanya mencuekiku saja dan kembali
menonton film itu tanpa peduli bahwa anaknya
satu-satunya berada di dekatnya.
Selama film itu berlangsung, aku hanya diam
saja dan aku tampaknya sudah terbuai dengan
film itu karena aku sempat menelan ludahku
berkali-kali dan aku merasakan celana dalamku
sudah basah oleh cairan kewanitaanku apalagi
disaat aku kembali melihat ayahku mengocok
kemaluannya yang semakin lama semakin
besar. Entah setan dari mana, aku tiba-tiba saja
memeluknya dari samping dan menempelkan
payudaraku di tangannya. Ayahku berhenti dan
memandangku, dia tidak menolak, tidak
berkomentar apapun. Dari dekat wajahnya
sudah tampak guratan-guratan kulit tuanya,
dihiasi kumis yang mulai tampak uban satu dua.
Tampaknya beliau salah tingkah harus bersikap
apa, aku kan anaknya.
Beliau tampak memandangiku dan perlahan-
lahan menggerakkan tangannya menjamah
payudaraku dan meremasnya perlahan sekali.
Aku jadi agak risih, meskipun tidak menolak
juga. Dia menangkupkan telapak tangannya di
gunung itu dan menekannya sambil
meremasnya. Caranya agak lain tetapi entah
kenapa aku merasakan sesuatu yang lain yang
mulai mengaliri tubuhku.
Untuk orang seumur ayahku kemaluannya
mungkin terlihat masih kokoh. Panjangnya
mungkin sekitar 17 atau 18 cm, agak tebal
kulitnya, terus ada urat besar di sisi kiri dan
kanan yang terlihat seperti ada cacing di dalam
kulitnya. Kepala batangnya tampak kompak (ini
istilahku!), penuh dan agak berkerut-kerut. Garis
lubangnya tampak seperti luka irisan di kepala
kemaluannya. Aku memegangnya perlahan,
terasa ada sedikit kedutan terutama di bagian
uratnya. Lingkaran genggamanku tampak tak
tersisa memenuhi lingkaran batangnya. Ternyata
beliau memang hebat meski sudah berumur.
Aku mulai menggerakkan tanganku mengocok
batangnya itu, saat itu yang terpikir segeralah
beliau ejakulasi terus menyelesaikan urusan
lainnya.
Eh tidak tahunya setelah beberapa lama, ayahku
bangkit dan mendorongku perlahan-lahan
sehingga berbaring di ranjang. Beliau bangkit
dan mengunci pintu. Aduh jangan.. jangan..
Entah terpengaruh apa, aku sudah tidak ingat lagi
batasnya. Ayahku perlahan-lahan
menggerayangi tubuhku dimulai dari
payudaraku. Beliau menarik kaos ketat dan bra-
ku ke atas sehingga berada di atas gundukan
payudaraku yang menyebabkan payudaraku
terlepas dan tanpa perlindungan. Jemarinya
mulai meremas-remas payudaraku dan
memilin-milin putingnya. Saat itu separuh
tubuhku masih belum total terhanyut tetapi
ternyata ayahku jagoan juga dan mungkin
karena alasan ini ibuku menyayanginya. Dalam
waktu mungkin kurang dari 10 menit aku mulai
mengeluarkan suara mendesis yang tak bisa
kutahan. Kulihat dia tersenyum. Dan
menghentikan aktivitasnya. Tiba-tiba aku
merasakan sabuk celanaku dibuka. Belum selesai
berpikir aku merasakan hawa dingin AC di kulit
pahaku yang artinya celanaku telah lepas.
Beberapa saat kemudian aku merasakan tarikan
lembut di pahaku yang berarti celana dalamku
pun telah dilepas. Aku masih terhanyut oleh rasa
nikmat dari ayahku di payudaraku tadi dan tak
tahu harus bagaimana.
Tiba-tiba aku merasakan sepasang jemari
menjembeng (membuka ke kiri dan ke kanan)
bibir-bibir kemaluanku. Dan yang dahsyat lagi
aku merasakan sebuah benda tumpul dari
daging mendesak di tengah-tengah bentangan
bibir itu. Aku mulai sedikit panik karena tidak
mengira akan sejauh ini tetapi tentu saja aku
tidak bisa berbuat apa-apa karena aku sendiri
yang memulainya tadi dan juga aku sangat
mengagumi ayahku dan sangat
menyayanginya. Sementara itu batang kemaluan
ayah kandungku mulai mendesak masuk
dengan mantap. Untuk orang seusia dia, boleh
juga. Aku mulai merasakan perasaan penuh di
kemaluanku dan semakin penuh seiring dengan
semakin dalamnya batang itu masuk ke dalam
liangnya. Sedikit suara lenguhan kudengarkan
dari beliau ketika seluruh batang itu amblas
masuk.
Aku sendiri tidak mengira batang sebesar dan
sepanjang tadi bisa masuk seluruhnya. Rasanya
seperti terganjal dan untuk menggerakkan kaki
saja rasanya agak susah. Sesaat keherananku
yang sama muncul ketika melihat film biru
dimana adegannya seorang cewek berada di
atas cowoknya dan bisa bergerak naik turun
dengan cepat. Padahal ketika seluruh batang
kemaluan itu masuk, bergerak sedikit saja terasa
aneh bagiku. Beberapa saat kemudian ayahku
mulai menarik perlahan batang kemaluannya
dan aku merasakan gesekan yang terasa agak
geli di dinding lubangku. Sedikit demi sedikit aku
mulai merasa nyaman. Beliau terus bergerak dan
sayang belum sampai 10 gerakan tusuk dan
tarik, beliau menarik batang kemaluannya dan
mengocoknya sendiri dan mengarahkannya ke
meja yang tidak jauh dari ranjangnya.
Sementara aku sendiri masih dalam kondisi
menggantung, ketika semprotan-semprotan
ganas itu terlontar seperti semprotan pemadam
kebakaran. Ayahku tampak melenguh-lenguh
tertahan ketika dari ujung kemaluannya
menyemprot-nyemprotkan tak kurang dari 8 kali
semprotan cairan putih kental, padahal
tangannya hanya bergerak mengocok sekali
untuk dua kali semprotan. Tampak dahsyat
sekali yang dialami ayahku. Sementara aku
sendiri betul-betul masih menggantung, posisiku
bahkan belum berubah, mengangkang di
ranjang, sehingga dari sebelah meja kerja
ayahku pastilah selangkanganku tampak terlihat
jelas.
Ayahku duduk di ranjang di depanku sambil
memegangi kepala kemaluannya yang tampak
memerah. Diliriknya selangkanganku terus di
rebahkannya dirinya di sana. Beberapa saat
berlalu. Tiba-tiba di tengah kegamanganku,
kesadaran moralku muncul. Aku bangkit dan
mengambil pakaianku, memakainya cepat-cepat,
merapikan rambut, terus duduk menunduk. Dan
berucap, “Aku minta maaf Pi, aku nggak
sengaja!” Ayahku hanya tersenyum kepadaku
dan langsung menjawab ucapanku tadi, “Bantuin
aku membersihkan ini, ya!” dia mengambil kain
dan tissue dan mulai membersihkan sisa-sisa di
atas meja dan sofa tadi. Aku mengambil tissue
dan mulai ikut membersihkan, sekali aku
memandanginya dan tanpa sadar beliau
memandang balik dan kami saling
berpandangan beberapa lama.
Setelah bersih aku berniat keluar kamarnya untuk
mandi. Entah kenapa, dia membukakan pintu,
dan sebelumnya dia membisikkan kata-kata ini.
“Terima kasih anakku sayang, maaf Papi terlalu
cepat, mungkin habis kamu mandi aku bisa
memperbaikinya, kamu mandi dulu gih dan Papi
juga mau mandi nih.” Hahh.. habis mandi? Ya..
ampun..! Masih dengan perasaan menggantung,
aku berjalan menyusuri ruang tengah itu dan
menuruni tangga untuk menuju ke kamar mandi
untuk mandi. Setiap gerak langkah kakiku
menggesekkan perasaan geli dan entah apa yang
membuatku kadang-kadang menggelinjang
sendiri. Mungkin karena sebenarnya aku pun
menyimpan keinginan itu di bawah sadar
sehingga -sama seperti ayahku- ketika ada
penyaluran yang dibutuhkan adalah penyaluran
total.
Ketika aku mandi, terlupakan sudah perasaan
menggantung tadi, meskipun kadang-kadang
kalau secara tidak sengaja saat mandi,
menyabuni selangkanganku terasa begitu
nyaman. Tiba-tiba saja rasa was-was muncul di
hatiku, jangan-jangan aku mengidap kelainan
(maksudku ayahku kan hampir 20 tahun lebih
tua dariku, dan aku bernafsu padanya!). Atau
mungkin hanya karena ‘itunya’ Ayahku yang
tampak mempesona apalagi aku baru pertama
kali merasakan kemaluan laki-laki (aku kehilangan
perawan ketika waktu aku masih kecil karena aku
suka sekali naik sepeda dan aku pernah jatuh dari
sepeda sehingga hal ini merusak perawanku dan
itu mungkin kenapa aku tidak mengeluarkan
darah perawan ketika berhubungan dengan
ayahku). Sampai suatu saat aku merasakan
beberapa jemari meraba payudara dan paha
bagian dalamku. Aku segera tersadar tapi ayahku
telah merangkul anak kandungnya sendiri secara
erat dari belakang. Entah bagaimana aku telah
berada di pangkuannya di atas toilet bowl.
Pantatku terasa sedang menduduki sesuatu yang
keras.
Sementara tangan satunya sedang mengelus
bagian paha dalamku hanya sekian centimeter
dari area kemaluanku. “Pi.. jangan.. Tolong.. Pi!”
Entah bagaimana kedengarannya kalimatku tadi,
bernada menolak atau malah terhanyut. Yang
pasti sentuhan di kedua titik tererotis dari
tubuhku itu, seperti mengalirkan daya
penghanyut yang dahsyat. Jadi sementara
sebagian akalku menolak perbuatan papiku itu,
seluruh tubuhku yang lain mulai terhanyut total.
Ketika dari bibirku keluar kalimat-kalimat
penolakan dan tanganku mulai bergerak
memberontak, seluruh bagian yang tubuh yang
lain malah pasrah dan terutama pahaku yang
mulai terasa kesemutan mengiringi rasa seperti
ingin kencing dari selangkanganku setiap kali
jemari papiku menyapu seluruh permukaan
kemaluanku yang tertutup oleh bulu-bulu pubic-
ku yang banyak dan halus.
Akhirnya kira-kira seperempat jam kemudian
seluruh tubuhku hanyut luruh, bahkan dari
bibirku keluar suara mendesis dan rengekan
manja setiap kali ayahku berbuat sesuatu di
bagian tubuhku tadi. Mungkin kelebihan dari
mereka yang telah berumur seperti ayahku di
antaranya ialah kesabarannya dalam melakukan
seluruh proses hubungan intim, tidak asal ingin
segera menyelipkan itunya saja seperti
kebanyakan anak-anak muda dan hal ini yang
akhirnya membuat saya menjadi tergila-gila
bersenggama dengan orang yang berusia
seperti ayahku. Aku menyandarkan punggungku
di atas dadanya. Sementara itu terasa bagiku
sebuah silinder panjang, keras dan hangat,
berdenyut-denyut di antara kedua bongkahan
pantatku.
Ayahku menghentikan aktivitasnya dan berbisik
lagi, “Kita ke kamar saja ya!” Beliau
mendorongku berdiri dan merangkulku, terus
menuntunku masuk ke dalam kamarku yang
letaknya bersebelahan kamar mandi itu. Aku
seperti tak berdaya mengikuti apa saja yang
dilakukannya. Ada dorongan yang sangat kuat
mengalahkan segala energi penolakanku.
Dibaringkannya aku ditepi ranjang, separuh paha
dan kakiku masih terjuntai di lantai sehingga
hanya punggung sampai pantat saja yang
berbaring di ranjang. Entah bagaimana rasanya
laki-laki melihat seorang wanita telanjang bulat
dalam keadaan pasrah (siap disenggamai)
berbaring dalam posisi seperti posisiku saat itu?
Yang pasti aku melihat Ayahku seperti tertegun
beberapa saat memandangiku. “Kamu memang
sempurna anakku sayang.” Aku melihat beliau
melepas kaos oblongnya sehingga dapat kulihat
tubuh ceking putih itu. Dalam keadaan seperti itu
kulihat bahwa dari balik celana pendeknya
tampak kemaluannya sudah menegang terlihat
dari mencuatnya batangnya itu sehingga terlihat
menonjol. Kemudian dibukanya juga celana
pendeknya itu sehingga terlihat ayunan batang
panjang dan besar itu tampak memerah
kepalanya tegak mengacung ke depan di antara
kedua pahanya yang ceking.
“Pii..” aku bahkan tidak tahu memanggilnya
untuk apa. Sambil berlutut mendekatkan
tubuhnya di antara pahaku, ayahku berbisik,
“Sstt.. kamu diam saja, nikmati saja!” katanya
sambil dengan kedua tangannya membuka
pahaku sehingga selangkanganku terkuak tepat
menghadap pinggulnya karena ranjangnya itu
tidak terlalu tinggi. Itu juga berarti bahwa sekian
saat lagi akan ada sesuatu yang akan menempel
di permukaan kemaluanku. Benar saja, aku
merasakan sebuah benda tumpul menempel
tepat di permukaan kemaluanku. Tidak langsung
diselipkan di ujung lubangnya, tetapi hanya
digesek-gesekkan di seluruh permukaan
bibirnya, membuat bibir-bibir kemaluanku terasa
monyong-monyong kesana kemari mengikuti
arah gerakan kepala kemaluannya. Tetapi
pengaruh yang lebih besar ialah aku merasakan
rasa nikmat yang benar-benar bergerak cepat di
sekujur tubuhku dimulai dari titik gesekan itu.
Beberapa saat ayahku melakukan itu, cukup
untuk membuat tanganku meraih tangannya
dan pahaku terangkat menjepit pinggulnya. Aku
benar-benar menanti puncak permainannya.
Ayahku menghentikan aktivitasnya itu dan
menempelkan kepala kemaluannya tepat di
antara bibir labia mayora-ku dan terasa bagiku
tepat di ambang lubang kemaluanku. Aku benar-
benar menanti tusukannya. Oh.. God.. please!
Tidak ada siksaan yang lebih membuat wanita
menderita selain dalam kondisiku itu. Yang
wanita dan yang sudah pernah melakukan
senggama dan menikmatinya, pasti setuju, ya
nggak! Akhirnya ayahku benar-benar
mendorongkan pinggulnya mendorong
terkuaknya lubang kemaluanku oleh batang
kemaluannya. Sedikit demi sedikit aku
merasakan terisinya ruangan dalam liang
kemaluanku. Aku benar-benar tergial ketika
merasakan kepala kemaluannya mulai melalui
area G-spot-ku, diikuti oleh gesekan dari urat-
urat batangnya setelahnya. Aku hanya
mengangkang merasakan desakan pinggul
ayahku membuka pahaku lebih lebar lagi.
“Papi..!” lagi-lagi hanya kata itu yang terucap dari
bibirku. Sedikit bergetar aku ketika
mengucapkannya. Saat itu seluruh batang
kemaluan ayahku telah amblas masuk
seluruhnya di dalam liang kemaluanku. Tanpa
sengaja aku terkejang seperti menahan kencing
sehingga akibatnya seperti meremas batang
kemaluan ayahku.
Beliau bahkan belum lagi bergerak. “Aduhh..
Caroline sayang.. kamu.. hebat sekali!” Ayahku
ikutan menegang, mungkin akibat kejangan tadi.
Beliau mencengkeramkan kedua tangannya di
pinggulku, terasa sedikit kukunya di ujung
kulitku. Tapi itu hanya rasa yang kecil saja
dibandingkan apa yang terjadi tepat di tengah-
tengah tubuhku saat itu. Kakiku masih menjuntai
di lantai karpet kamarnya itu. Tanganku
memegangi lengannya yang mencengkeram
pinggulku. Aku mencakarnya ketika beliau
menarik kemaluannya dan belum sampai tiga
perempat panjangnya kemudian
menghunjamkannya lagi dengan kuat. Aku
nyaris menjerit menahan lonjakan rasa nikmat
yang disiramkannya secara tiba-tiba itu.
Begitulah beberapa kali ayahku melakukan
hujaman-hujaman ke dalam liang terdalamku
tersebut. Setiap kali hujaman seperti
menyiramkan rasa nikmat yang amat banyak ke
tubuhku. Aku begitu terangsang dan semakin
terangsang seiring dengan semakin seringnya
permukaan dinding lubang kemaluanku
menerima gesekan-gesekan dari urat-urat
batang kemaluan ayahku yang seperti akar-akar
beringin yang menjalar-jalar itu. Mungkin karena
tenaganya yang mungkin sudah tidak sekuat
masa mudanya. Biasanya kalau orang
bersenggama itu semakin lama semakin cepat
gerakannya, ayahku malah semakin melambat
sampai pada sebuah irama gerakan yang
konstan tidak cepat dan tidak lambat. Tapi
anehnya justru bagiku aku semakin bisa
merasakan setiap milimeter permukaan kulit
kemaluannya. Pada tahap ini, seperti sebuah
tahap ancang-ancang menuju ke sebuah ledakan
yang hebat, aku merasakan pahaku mulai seperti
mati rasa seiring dengan semakin
membengkaknya rasa nikmat di area
selangkanganku.
Aku mulai mengejang, kedua tanganku
meremas-remas lengannya sesekali
mencakarnya, disertai jatuhnya tetesan keringat
di dada dan perutku. Aku mulai tidak terkontrol
lagi, suaraku terdengar keras sekali. Aku tak
perduli lagi. Aku mulai secara tak sadar seperti
memerintah ayahku. “Cepatlah.. hh.. Papi..
Caroline sayang sama Papii!” sambil berkata
demikian aku bangkit dari berbaringku dan
menjepit pinggul ayahku dengan kedua pahaku
sementara betisku kuangkat. Aku meraih pinggul
ayahku dan menggerak-gerakkannya secara
kasar. Ayahku seperti kedodoran menanganiku
saat itu, beliau terengah-engah mengikuti
gerakan tanganku di pinggulnya. Tapi seperti
kuceritakan di atas, beliau luar biasa sekali saat
itu. Bayangkan ini sudah hampir 20 menit, beliau
terus bergerak kontinyu sampai pada suatu titik,
“Ahh.. Pii.. hh..” (aku tidak bisa bercerita lagi
pada bagian ini, kakiku mengejang, pinggulku
terasa kesemutan rasa nikmat, nafasku
memburu cepat, detak jantungku terasa cepat
sekali, sementara di bawah sana aku terus
merasakan gesekan-gesekan kuat dan mantap
dari ayahku).
Ketika usai, aku masih berbaring di ranjang tetap
dengan posisi seperti tadi, tapi kali ini lemas
sekali. Lemas yang sangat melegakan tubuhku,
seperti separuh tubuhku telah menguap. Aku
memandangi langit-langit dan masih tetap belum
bisa berpikir jernih. Tiba-tiba aku mendengar
bisikan dan sentuhan kulit basah di sampingku.
“Caroline anakku, bantuin Papi ya..
menyelesaikan ini!” Aku melirik ke samping dan
yang pertama kulihat sebuah batang mengkilat
yang tegak mengacung ke atas, separuh
pangkalnya tergenggam oleh tangan keriput
ayahku. Beliau berbaring tepat di sampingku dan
kelihatannya masih belum ejakulasi. Gila apa ini?
Ayahku menarik tangan kiriku dan
menggenggamkannya di batang kemaluannya
itu dan mengarahkannya untuk menggerak-
gerakkan kocokan. Aku mengikuti saja, tubuhku
masih lemas sekali termasuk kedua tanganku.
Jadi kugerakkan saja sekuat tenaga tangan kiriku
menggerak-gerakkan kocokan dengan tangan
kiri, pandanganku masih ke atas langit-langit.
Aku tidak perduli, pokoknya aku seperti
menggerakkannya dengan cepat, hingga tak
berapa lama kemudian, aku merasakan raupan
tangan di dadaku, dan beberapa saat kemudian
suara erangan disertai tetesan cairan hangat dan
lengket di perut dan seluruh dadaku. Sementara
itu di telapak tangan kiriku aku merasakan seperti
pompaan-pompaan cepat dan kuat yang
mengalir dengan cepat dari dalam tubuh ayahku
keluar dengan kuat dari ujung lubang batang
kemaluannya yang karena gerakanku
mengocok, mengarahkan semprotan ke atas
dan jatuh di atas tubuhku. Sensasi dari rasa
hangatnya aku rasakan di seluruh kulit tubuhku,
diperkuat dengan suara erangan tua dari
mulutnya.
Setelah ia klimaks, kami akhirnya sama-sama
tertidur dan saya tertidur di atas dadanya yang
masih bidang, sungguh pengalaman yang tidak
terlupakan. Kami akhirnya selalu melakukan
perbuatan itu sampai sekarang apalagi mamiku
masih berada di luar negeri sekarang jadinya kita
bebas melakukannya. Papi, jika papi baca ini,
Caroline sayang papi. Jika para pembaca ingin
mengirimkan e-mailnya kepadaku, silakan saja
akan tetapi jika ingin berhubungan seks
denganku, sebaiknya lupakan saja karena aku
tidak akan pernah membalas e-mail Anda.
Tetapi, jika Anda berusia di atas 35 tahun ke atas,
aku akan senang hati berhubungan seks dengan
Anda.
TAMAT


Adult | GO HOME | Exit
1/1428
U-ON

inc Powered by Xtgem.com